Lakukan Ini Bila Jumlah Gerakan Janin Berkurang
:strip_icc():format(webp)/hb-article/WgOjnodyj4DdmqsbCNqas/original/256alasan-gerakan-janin-berkurang.png)
dr. Fiona Amelia
Suryo dan Tina* telah enam tahun menikah, tetapi belum dikaruniai keturunan. Pada tahun ketujuh pernikahannya, mereka memutuskan untuk mengikuti program bayi tabung.
Setelah mengikuti program selama hampir enam bulan, Tina akhirnya berhasil hamil. Pasangan tersebut sangat bahagia dan mereka pun segera merencanakan berbagai hal untuk mempersiapkan kelahiran anak pertamanya.
Selama hamil, Tina tidak pernah sakit. Ia selalu mengonsumsi makanan bergizi, serta tidak pernah lupa meminum suplemen kehamilan yang disarankan Dokter. Saat kehamilannya memasuki usia 22 minggu, Tina mulai merasakan gerakan janin. Baik Suryo dan Tina sangat bersuka cita dan semakin merasa dekat dengan si jabang bayi.
Ketika usia kehamilan Tina menginjak 37 minggu, gerakan janinnya semakin kuat dan sering. Ada kalanya waktu tidur Tina terganggu karena janin lebih aktif pada waktu malam.
Suatu saat menjelang hari-hari bersalin, Tina menyadari ada yang berbeda dengan pola dan frekuensi gerakan janinnya. Ia berbaring dan mulai menghitungnya. Dalam waktu dua jam, ia hanya mendapatkan lima gerakan. Tanpa pikir panjang, pasangan tersebut langsung menemui Dokter.
Hasil pemeriksaan Dokter menunjukkan tali pusat yang tertekuk dan terpelintir serta air ketuban yang tinggal sedikit. Kondisi tersebut mengakibatkan aliran darah dan oksigen ke janin berkurang. Janin menjadi ‘lemas’ sehingga jumlah gerakannya pun berkurang.
Saat itu juga, Dokter langsung mengambil tindakan untuk melahirkan sang bayi melalui operasi caesar. Singkat cerita, Tina dan bayinya selamat. Bayi sempat masuk ke ruang perawatan intensif namun kondisinya berangsur-angsur membaik.
Sang Dokter mengatakan bahwa jika saat itu mereka terlambat beberapa jam saja, bayinya pasti sudah meninggal dalam kandungan sebelum dilahirkan.
Pernah mendengar peristiwa seperti di atas? Atau, jangan-jangan Mama sendiri pernah mengalaminya? Beruntung, cerita tersebut berakhir bahagia. Namun, yang sebaliknya, di mana bayi terlahir mati, tak jarang juga terjadi.
Yang perlu dilakukan bila gerakan janin berkurang
Menurut data Healthy Newborn Network tahun 2018, angka kejadian bayi lahir mati di Indonesia berjumlah 13 dari 1.000 kelahiran. Di samping itu, angka kelahiran prematur (lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu) berjumlah 10 dari 100 kelahiran hidup.
Meski lahir hidup, kondisi prematur membuat bayi-bayi lebih rentan mengalami komplikasi pasca lahir yang juga dapat berujung pada kematian.
Kedua kondisi ini sebetulnya dapat dicegah dengan menghitung gerakan Si Kecil, mengenali polanya, dan selalu waspada. Bila pola gerakan berubah dari biasanya atau frekuensinya berkurang, segera ambil tindakan.
Segera berbaring dalam posisi miring kiri, dan fokus pada gerakan Si Kecil selama dua jam. Bila gerakan Si Kecil yang terasa tidak sampai sepuluh hitungan, hubungi Dokter atau Bidan terdekat.
Yang pasti, jangan pernah menyepelekan kalau gerakan janin berkurang atau tidak terasa. Apalagi, Mama tidak punya perlengkapan yang sesuai untuk mendengarkan detak jantung Si Kecil.
Selanjutnya, Dokter akan memberikan penanganan yang bergantung pada temuan pemeriksaan dan usia kehamilan Mama. Bila setelah diperiksa semuanya baik-baik saja, Mama boleh bernapas lega dan tetaplah rutin menghitung gerakan Si Kecil setiap hari.
Bila di lain waktu gerakan janin kembali berkurang, segera hubungi Dokter atau Bidan. Tak perlu segan untuk menghubungi mereka sekalipun hal ini sering terjadi. Untuk kasus seperti ini, jauh lebih baik waspada berlebihan daripada menyesal pada kemudian hari.
*Ilustrasi berdasarkan kisah nyata, nama tokoh telah disamarkan dari aslinya.