Eklampsia: Penyebab, Gejala dan Cara Pengobatannya
:strip_icc():format(webp)/hb-article/TFKqs28sOFOyG0xEcRElx/original/s9gkpy13unb2nw6vksvnbyqqlacaxiwf.png)
Tidak semua kehamilan berjalan mulus tanpa hambatan. Ada kalanya muncul kondisi berbahaya yang mengancam nyawa Mama dan bayi, salah satunya adalah eklampsia. Kondisi ini ditandai dengan kejang saat hamil yang bisa terjadi secara tiba-tiba, bahkan pada Mama yang sebelumnya hanya mengalami tekanan darah tinggi.
Mengenali gejala eklampsia sejak awal adalah langkah penting agar penanganan cepat bisa dilakukan dan risiko serius dapat dihindari. Mari ketahui selengkapnya tentang eklampsia lewat ulasan di bawah ini.
Artikel Lainnya: Infeksi Kehamilan yang Perlu Mama Waspadai
Apa Itu Eklampsia?
Eklampsia adalah kondisi kejang umum yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya mengalami preeklampsia, yaitu peningkatan tekanan darah dan gangguan fungsi organ seperti ginjal atau hati.
Kondisi kejang saat hamil ini biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, bisa terjadi selama kehamilan, saat persalinan, atau bahkan setelah melahirkan (nifas). Dalam banyak kasus, eklampsia merupakan bentuk lanjut dari preeklampsia ketika kondisi tidak ditangani atau ketika gangguan vaskular dan serebral semakin berat.
Penyebab Eklampsia
Sampai saat ini, penyebab pasti eklampsia belum sepenuhnya dipahami. Terdapat beberapa faktor risiko:
- Gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta, yang menyebabkan aliran darah ke plasenta kurang optimal dan stres oksidatif.
- Respon inflamasi sistemik dan kerusakan endotel pembuluh darah (endotel rusak memicu vasokonstriksi dan permeabilitas vaskular).
- Faktor genetik dan predisposisi keluarga terhadap hipertensi dan gangguan vaskular.
- Kondisi medis pendukung: hipertensi kronik, penyakit ginjal, obesitas, kehamilan kembar, serta gangguan metabolik seperti diabetes.
- Faktor usia ibu hamil (remaja atau di atas usia tertentu) dan kehamilan pertama juga dianggap meningkatkan risiko.
Karena penyebabnya kompleks dan multifaktorial, deteksi dini terhadap gejala eklampsia menjadi kunci penting dalam pencegahan kerusakan organ dan keselamatan Mama serta janin.
Perbedaan Preeklampsia dan Eklampsia
Untuk memahami bahaya eklampsia, penting bagi Mama mengetahui perbedaan preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsiaadalah kondisi yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu, ditandai dengan tekanan darah tinggi dan adanya tanda kerusakan organ, biasanya ginjal (terlihat dari protein dalam urin) atau hati.
Gejalanya bisa berupa sakit kepala saat hamil, pandangan kabur, pembengkakan mendadak, dan nyeri perut bagian atas. Jika terdeteksi lebih awal, preeklampsia masih bisa dikendalikan dengan pengawasan ketat, obat-obatan, dan perubahan gaya hidup sesuai anjuran dokter.
Sedangkan eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia yang tidak tertangani atau berkembang semakin parah hingga menimbulkan kejang. Inilah perbedaan paling utama antara preeklampsia dan eklampsia, yakni adanya kejang umum yang bisa terjadi tiba-tiba, bahkan tanpa gejala peringatan jelas.
Kondisi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti perdarahan otak, gagal organ, bahkan kematian Mama maupun bayi. Dengan kata lain, preeklampsia adalah tahap awal gangguan, sementara eklampsia adalah versi ekstrem yang memerlukan penanganan darurat segera.
Artikel Lainnya: Seputar Metode Induksi Persalinan dan Risikonya
Gejala Utama Eklampsia yang Wajib Diwaspadai
Mengetahui tanda tanda eklampsia sangat krusial agar tindakan cepat bisa dilakukan. Beberapa gejala utama yang sering dijumpai:
- Kejang umum (tonik-klonik). Kejang seluruh tubuh yang tiba-tiba, bisa disertai kehilangan kesadaran.
- Sakit kepala hebat yang tak kunjung reda, terutama di bagian depan kepala atau area pelipis.
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, melihat bercak (floaters), diplopia (pandangan ganda), atau kepekaan terhadap cahaya.
- Nyeri perut bagian atas (epigastrik) atau di sisi kanan atas, terasa seperti nyeri ulu hati tapi lebih tajam.
- Mual, muntah, atau gangguan pencernaan yang tidak biasa.
- Pembengkakan berlebihan (edema) pada wajah, tangan, kaki, terutama kalau mendadak memburuk.
- Kenaikan tekanan darah mendadak dan tinggi, misalnya di atas 160/110 mmHg dalam kasus berat.
- Gangguan fungsi ginjal atau proteinuria, produksi urine menurun, protein tinggi dalam urin.
- Kebingungan atau penurunan kesadaran ringan sebelum kejang muncul.
- Gejala pernapasan atau sesak saat hamil, bila terjadi edema paru atau komplikasi lainnya.
Perlu dicatat bahwa pada beberapa kasus, kejang bisa muncul tiba-tiba tanpa gejala peringatan yang jelas, itulah mengapa pemantauan kehamilan secara rutin sangat penting.
Diagnosis Eklampsia
Mendiagnosis eklampsia tidak selalu mudah, karena sebagian gejalanya mirip dengan kondisi kehamilan lain, misalnya sakit kepala atau pembengkakan. Namun, dokter biasanya akan menggabungkan wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk memastikan apakah kejang yang dialami ibu hamil memang akibat eklampsia.
Wawancara medis
Langkah pertama adalah wawancara medis. Dokter akan menanyakan riwayat kehamilan dan kesehatan Mama, seperti apakah pernah mengalami tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, atau diabetes. Selain itu, dokter juga menanyakan gejala yang dirasakan, misalnya sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, mual, muntah, atau pembengkakan mendadak. Informasi ini penting untuk mendeteksi adanya faktor risiko dan membedakan eklampsia dari penyebab kejang lain.
Pemeriksaan fisik
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengecek kondisi Mama secara langsung. Tekanan darah akan diukur berkali-kali untuk melihat kestabilannya. Dokter juga memeriksa adanya edema (pembengkakan) di wajah, tangan, atau kaki, serta menilai kondisi saraf seperti refleks, kesadaran, dan adanya tanda-tanda gangguan pernapasan. Semua ini membantu menilai sejauh mana dampak tekanan darah tinggi terhadap tubuh.
Pemeriksaan penunjang
Untuk memastikan diagnosis, berbagai pemeriksaan penunjang dilakukan. Tes urine digunakan untuk melihat adanya protein dalam urin (proteinuria), sedangkan tes darah membantu memeriksa fungsi ginjal, hati, kadar trombosit, serta elektrolit.
Pemeriksaan USG juga bisa dilakukan untuk memantau kondisi janin dan aliran darah ke plasenta. Pada kasus tertentu, dokter mungkin merekomendasikan CT scan atau MRI otak untuk memastikan tidak ada komplikasi seperti perdarahan atau pembengkakan otak akibat kejang.
Dengan gabungan wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dokter dapat memastikan apakah seorang Mama mengalami eklampsia. Diagnosis yang tepat sangat penting, karena semakin cepat terdeteksi, semakin besar peluang Mama dan bayi selamat dari komplikasi berbahaya.
Artikel Lainnya: Mengenal Jenis, Jadwal dan Manfaat Pemeriksaan Kehamilan
Komplikasi Eklampsia
Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, eklampsia bisa memicu komplikasi berat bagi Mama dan janin. Berikut beberapa komplikasi eklampsia yang dapat terjadi:
- Abruptio plasenta (plasenta lepas duluan) alias perdarahan hebat.
- Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated Liver enzymes, Low Platelets), kerusakan sel darah merah, hati, dan penurunan trombosit.
- Gagal ginjal akut dan gangguan fungsi organ lainnya seperti hati atau paru-paru.
- Edema paru (cairan di paru-paru) atau gangguan napas.
- Stroke, perdarahan otak, dan kerusakan saraf pusat.
- Kematian Mama atau janin atau kematian salah satunya.
- Persalinan prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah.
Karena bahaya eklampsia ibu hamil tidak bisa dianggap remeh, tindakan cepat dan pengawasan medis intensif menjadi keharusan.
Artikel Lainnya: Rutin Periksa USG Berbahaya bagi Janin? Ini Faktanya
Pengobatan Eklampsia
Penanganan eklampsia pada dasarnya bertujuan menghentikan kejang, mengendalikan tekanan darah, melindungi organ, dan segera mempersiapkan persalinan bila kondisi memungkinkan. Berikut pengobatan eklampsia yang bisa dilakukan:
Pemberian obat medis
Beberapa obat dan terapi yang digunakan antara lain:
- Magnesium sulfat adalah obat antikonvulsan pilihan utama untuk mencegah dan menghentikan kejang pada eklampsia.
- Obat antihipertensi (yang aman untuk kehamilan) seperti labetalol, nifedipine, metildopa, untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
- Kortikosteroid kadang diberikan untuk mempercepat pematangan paru janin jika persalinan harus dilakukan dini.
- Terapi suportif seperti cairan infus, pengaturan elektrolit, pemantauan ketat fungsi ginjal dan hati.
Semua pengobatan ini dilakukan di lingkungan rumah sakit, dengan pemantauan cermat terhadap Mama dan janin.
Induksi persalinan
Setelah kondisi Mama cukup stabil, satu-satunya penyembuhan untuk eklampsia adalah persalinan:
- Jika usia kehamilan sudah cukup (umumnya ≥ 37 minggu) dan kondisi janin serta Mama mendukung, persalinan dapat segera dilakukan.
- Jika belum cukup bulan, dokter akan menimbang manfaat dan risiko untuk menunda persalinan sebentar sambil memantau kondisi, tetapi tidak akan dibiarkan terlalu lama karena bisa berbahaya.
- Metode persalinan bisa normal (induksi) atau operasi caesar, tergantung kondisi Mama dan janin.
Intinya, begitu kejang dikendalikan dan tekanan darah membaik, persalinan menjadi langkah penyembuhan utama.
Langkah Pencegahan Eklampsia
Supaya risiko eklampsia dapat ditekan, terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah eklampsia:
- Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, termasuk pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urin (proteinuria).
- Jika memiliki faktor risiko, misalnya riwayat preeklampsia, hipertensi sebelumnya, berkonsultasilah dengan dokter untuk strategi pencegahan.
- Pada beberapa wanita dengan risiko tinggi, dokter bisa merekomendasikan aspirin dosis rendah setelah usia kehamilan 12 minggu sebagai tindakan pencegahan preeklampsia yang bisa berkembang ke eklampsia.
- Asupan kalsium sesuai kebutuhan, terutama bila asupan makanan rendah kalsium dianggap dapat membantu menurunkan risiko gangguan hipertensi kehamilan.
- Menjaga berat badan ideal sebelum dan selama kehamilan
- Mengatur pola makan sehat kehamilan, rendah garam jika perlu dan cukupi asupan gizi.
- Olahraga ringan dan aktivitas fisik sesuai kemampuan
- Mengelola stres selama kehamilan dan tidur cukup
Langkah-langkah ini tidak menjamin 100 persen mencegah eklampsia, tetapi bisa menurunkan risikonya secara signifikan.
Agar lebih siap menghadapi risiko gejala eklampsia maupun komplikasi lain saat hamil, jangan ragu untuk ikut webinar HalloBumil bersama para ahli. Di sana, Mama bisa bertanya langsung dan mendapat wawasan terbaru tentang kesehatan kehamilan. Selain itu, manfaatkan juga fitur health tools hitung HPL di aplikasi Hallobumil. Dengan begitu, Mama bisa memantau perkiraan hari lahir secara praktis dan lebih teratur.
Supaya tidak merasa sendiri, yuk gabung ke komunitas HalloBumil di WhatsApp. Mama bisa berbagi pengalaman, saling menyemangati, sekaligus mendapat tips langsung dari para ibu lainnya. Dan tentu saja, jangan lupa download aplikasi HalloBumil sekarang juga. Semua informasi, komunitas, dan tools bermanfaat bisa diakses dalam satu genggaman. Dengan langkah kecil ini, Mama lebih siap menjaga kehamilan dan mencegah bahaya eklampsia ibu hamil.