Artikel/Kehamilan/Seputar Metode Induksi Persalinan Dan Risikonya

Seputar Metode Induksi Persalinan dan Risikonya

Diterbitkan pada 16 Desember 2020
Bagikan
Facebook
Twitter
WA
Induksi menjadi salah satu pilihan untuk merangsang proses persalinan. Apa saja metode serta risikonya?
seputar-metode-induksi-persalinan-dan-risikonya

dr. Indria Sari

Induksi persalinan adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medis untuk merangsang kontraksi rahim, agar Si Kecil dapat dilahirkan per vaginam (melalui jalan lahir).

Biasanya, induksi dilakukan setelah dokter menilai bahwa tindakan ini memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko yang mungkin timbul. Pertimbangan ini meliputi kesehatan Mama dan Si Kecil, usia kehamilan, perkiraan berat janin, posisi janin, serta tingkat kematangan serviks.

Dengan pertimbangan tersebut, induksi dapat dilakukan apabila terdapat kondisi-kondisi seperti kehamilan lewat waktu, ketuban pecah dini, infeksi rahim, gangguan pertumbuhan janin, diabetes dalam kehamilan, tekanan darah tinggi, serta penyakit-penyakit lainnya.

Beberapa Metode Induksi Persalinan
Biasanya induksi persalinan dilakukan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat, agar Mama dan Si Kecil bisa dimonitor terus-menerus. Berikut metode induksi yang dapat dilakukan dokter, tergantung dari kondisi Mama:

1. Pematangan Serviks
Proses persalinan biasanya dimulai dengan pematangan dan pembukaan serviks, yang dapat dimulai sejak beberapa minggu sebelum persalinan terjadi. Apabila dokter menilai serviks belum siap untuk persalinan, maka dapat dilakukan induksi untuk mematangkan serviks.

Cara yang dilakukan untuk mematangkan serviks adalah memasukkan obat yang berisi sintesis prostaglandin ke dalam vagina. Bisa juga dengan menggunakan balon kateter yang diisi air, kemudian diletakkan di serviks.

2. Induksi dengan Obat Melalui Infus
Dokter dapat menggunakan sintesis hormon oksitosin melalui infus untuk merangsang kontraksi rahim. Biasanya, penggunaan infus oksitosin lebih efektif dalam mempercepat proses persalinan daripada pematangan serviks.

3. Memecahkan Selaput Ketuban
Prosedur ini dilakukan dengan membuat bukaan (amniotomi) pada selaput ketuban. Pada saat selaput ketuban robek, Mama mungkin dapat merasakan cairan ketuban yang mengalir keluar. Pemecahan selaput ketuban ini hanya dilakukan apabila serviks telah menipis dan membuka sebagian, serta kepala bayi telah turun.

Dalam praktiknya, dokter dapat melakukan salah satu atau kombinasi dari beberapa metode ini untuk menginduksi persalinan. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam setiap tindakan induksi bisa berbeda-beda antara ibu yang satu dengan yang lainnya, karena bergantung dari respons tubuh masing-masing.

Kebanyakan tindakan induksi biasanya berhasil. Namun, sebagian kecil dapat gagal sehingga dokter akan mengulang siklus induksi atau bahkan melakukan operasi SC, tergantung dari monitoring kondisi kesehatan Mama dan Si Kecil selama proses induksi.

Risiko dari Induksi Persalinan
Selain memiliki manfaat, tindakan induksi tetap merupakan prosedur yang berisiko. Berikut adalah beberapa risiko yang bisa terjadi:

  • Gagal Induksi
    Sebagian besar ibu yang diinduksi biasanya akan sukses melahirkan bayinya per vaginam. Namun, ada sebagian kecil yang gagal diinduksi sehingga membutuhkan operasi SC.
  • Penurunan Frekuensi Denyut Jantung Janin
    Obat-obatan yang digunakan untuk induksi persalinan dapat menyebabkan kontraksi berlebihan, sehingga mengurangi pasokan oksigen dan menurunkan frekuensi denyut jantung Si Kecil.
  • Infeksi
    Metode induksi seperti memecahkan saluran ketuban dapat meningkatkan risiko infeksi, baik bagi Mama maupun Si Kecil.
  • Ruptur Uteri
    Robeknya rahim adalah salah satu risiko yang jarang terjadi. Namun, apabila hal ini terjadi, maka akan dilakukan operasi SC segera.
  • Perdarahan Setelah Melahirkan
    Induksi persalinan meningkatkan risiko otot rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang serius pascapersalinan.

Karena induksi persalinan memiliki berbagai risiko, maka tindakan ini harus dilakukan secara berhati-hati dan sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi berikut:

  • Mama sudah pernah dioperasi SC sebelumnya.
  • Plasenta melekat pada area serviks (plasenta previa).
  • Letak bokong janin di bawah.
  • Mama memiliki infeksi herpes genital yang aktif.
  • Tali pusat ‘jatuh’ ke vagina sebelum bayi lahir.

Baca lewat aplikasi lebih mudah loh, Ma
Dari artikel kehamilan hingga parenting, semua ada di aplikasi Hallo Bumil. Yuk, Download Ma
9
4
Bagikan
Facebook
Twitter
WA
I

hamil 38 week, tp sedang mengalami sariawan vagina. apakah b tampilkan selengkapnya

  • 0
Admin MIMA

Hai Ma, pada beberapa kasus, infeksi jamur di vagina bisa meningkatkan risiko terjadinya sariawan pada bayi yang lahir dengan metode persalinan normal. Namun untuk memastikan nya silakan dapat dikonsultasikan dengan dokter ya Ma. :) ^sr

  • 0
Ayu Rahmawati

Hamil 38 minggu belum ada tanda2 sikecil mau keluar nih jadi tampilkan selengkapnya

  • 0
Admin MIMA

Hai Mama, tenggang waktu yang bisa diterima untuk melahirkan normal adalah +14 hari dan maksimal 42 minggu. Mama bisa senam hamil, jalan kaki santai, gymball, naik turun tangga, hubungan intim sama suami dan tetap afirmasi positif terus ya Ma :) ^sr

  • 0
DA

sudah mendekati HPL tapi belum ada kontraksi lahiran, malah tampilkan selengkapnya

  • 0
SR

Hamil anak ke 1 induksi 37 minggu karena pecah ketuban dini, tampilkan selengkapnya

  • 1
Admin MIMA

Hai Mama, Mima tidak dapat memastikan ya. Induksi hanya ditawarkan apabila memang itu jalan yang terbaik. Silakan dapat berkonsultasi dengan dokter agar mendapatkan saran terbaik ya Ma. :) ^sr

  • 0

Nikmati Perjalanan Kehamilan Bersama Bumil Lainnya

Gabung dan temui teman, tips, dan cerita inspiratif di komunitas Hallobumil untuk lewati masa hamil dengan penuh dukungan
image