Kondisi yang Mengharuskan Ibu Hamil untuk Operasi Caesar
:strip_icc():format(webp)/hb-article/iqsda_sP29rCtTWSjl9F1/original/755week-34-kondisi-yang-mengharuskan-ibu-hamil-untuk-operasi-caesar.jpg)
dr. Indria Dewi Iriani
Setiap calon ibu tentunya menginginkan proses persalinan berjalan lancar. Namun, ada kalanya mereka menghadapi kondisi yang tidak memungkinkan, atau malah berbahaya bagi ibu dan/atau si janin, jika persalinan dilakukan secara normal.
Pada kondisi seperti ini, diperlukan tindakan medis lainnya untuk membantu proses persalinan. Salah satunya adalah dengan operasi caesar.
Operasi caesar (sectio caesarea/SC) adalah suatu tindakan pembedahan yang digunakan untuk melahirkan bayi melalui penyayatan di perut dan rahim ibu.
Angka kejadian operasi caesar di dunia cukup tinggi, termasuk di Indonesia. Berdasarkan Laporan Riskesdas Kemenkes RI tahun 2018, angka kejadiannya mencapai 17,6 persen, meningkat dibanding tahun 2013 yang sebesar 9,6 persen.
Tingginya angka operasi caesar di dunia disebabkan oleh berubahnya penilaian profil risiko ibu dan janin, selain juga dari permintaan ibu.
Alasan Diperlukannya Operasi Caesar
Setiap tindakan kedokteran memiliki risiko, termasuk operasi caesar. Oleh sebab itu, bagi seorang calon ibu, keputusan untuk menjalaninya harus berdasarkan pertimbangan yang matang dan sesuai indikasi.
Secara umum, indikasi-indikasi tersebut adalah jika terdapat masalah pada jalan lahir, kontraksi, dan/atau dari si janin.
Beberapa kondisi di bawah ini bisa menjadi penyebab diperlukannya operasi caesar:
1. Indikasi dari janin
- Kondisi gawat janin, yang bisa dinilai dari monitor janin.
- Malpresentasi yang sulit untuk dilahirkan secara normal, misalnya sungsang atau lintang.
- Makrosomia, yaitu bayi besar.
- Terdapat kelainan kongenital pada janin.
- Adanya kondisi pada tali pusat, misalnya lilitan tali pusat.
2. Indikasi dari ibu
- Gawat darurat kehamilan, seperti eklampsia, robeknya rahim, atau tidak ada kontraksi rahim.
- Riwayat persalinan, seperti riwayat operasi caesar dan riwayat pembedahan rahim.
- Kehamilan kembar.
- Kelainan anatomis atau bentuk organ.
- Adanya massa atau tumor yang menghalangi jalan lahir.
- Kondisi medis, misalnya kardiovaskular, diabetes mellitus, tekanan darah tinggi.
- Indikasi lainnya, misalnya infeksi HIV, virus herpes simpleks, permintaan untuk persalinan terjadwal.
3. Indikasi dari janin dan ibu
- Kondisi plasenta, seperti plasenta previa, plasenta akreta, atau solusio plasenta.
- Disproporsi sefalopelvik, yakni ketidakseimbangan ukuran janin-panggul ibu.
- Kehamilan post-term (lewat waktu).
- Adanya kontraindikasi persalinan normal.
- Percobaan persalinan normal yang gagal.
- Proses persalinan memanjang atau tidak mengalami kemajuan, misalnya kontraksi tidak memadai untuk membuka leher rahim.
Berdasarkan kondisi kegawatdaruratan, indikasi operasi caesar terbagi menjadi dua:
- Cito (emergensi), yaitu operasi caesar yang dilakukan saat dimulainya proses persalinan. Dokter akan segera menentukan apakah suatu persalinan membutuhkan tindakan operasi caesar tergantung dari tingkat kegawatannya.
- Elektif (terencana), yaitu operasi caesar yang dilakukan sebelum masuk proses persalinan. Operasi caesar yang dilakukan dengan terencana bisa memberikan hasil yang lebih baik.
AWMF Jerman membagi dua kategori indikasi persalinan operasi caesar sebagai berikut:
- Absolut, yaitu tidak ada pilihan lain selain operasi caesar. Misalnya pada keadaan disproporsi panggul, kelainan jalan lahir, obstruksi panggul karena adanya tumor, bayi besar, infeksi plasenta, dan eklampsia.
- Relatif, yaitu ada pilihan lain selain operasi caesar, namun tindakan ini dinilai bisa meningkatkan keselamatan ibu dan janin. Misalnya pada persalinan memanjang, riwayat operasi caesar sebelumnya, dan kelainan monitor janin.
Bagaimana dengan Keinginan Ibu?
Ibu yang sudah pernah melahirkan secara caesar, bisa saja melahirkan secara normal pada persalinan berikutnya (vaginal birth after caesarean/ VBAC). Ini tergantung pada tipe sayatan yang pernah digunakan, jumlah riwayat operasi caesar, ada tidaknya kontraindikasi untuk persalinan normal, juga tingkat fasilitas kesehatan yang digunakan.
Sebaliknya, beberapa calon ibu menginginkan dilakukannya tindakan caesar pada persalinan pertama mereka, dengan alasan menghindari nyeri persalinan, menghindari kemungkinan terjadinya komplikasi pada persalinan normal, atau untuk mendapatkan kenyamanan dari persalinan yang bisa terjadwal.
Hal ini sebenarnya tidak disarankan jika Mama berencana untuk memiliki anak lebih dari satu. Pasalnya, seorang ibu yang telah memiliki riwayat operasi caesar berisiko tinggi untuk mengalami masalah plasenta maupun perdarahan pada kehamilan berikutnya. Bahkan bisa sampai tindakan histerektomi (pengangkatan rahim).
Nah, untuk mendapatkan keputusan yang terbaik bagi Mama dan janin, saran kami adalah berdiskusi dan berkonsultasi lebih lanjut dengan tenaga kesehatan.